Kematian (Ternyata) Tak Datang Tiba-Tiba


Dakwatuna.com – Ketika satu per satu sahabatku pergi meninggalkanku…

Menuju alam yang belum pernah kuketahui wujudnya. Aku masih juga belum ter sadarkan.

Kematian itu datang tak mengetuk pintu. Mencerabut manusia dari orang-orang terkasihnya tak peduli ia miskin atau kaya,tua atau muda,sengsara atau bahagia,siap atau tak siap menyambutnya. Masih saja aku bergeming. Menganggap kematian itu masih jauh dariku. Kematian adalah milik orang lain. Aku? Entah lah..Yang jelas aku yakin ia masih jauh dariku. Lihat saja tubuhku yang bugar,lenganku yang kokoh,pandangan mataku yang tajam,langkah kakiku yang tegap, tak ada satu pun yang menunjukkan bahwa aku pantas dijemput maut. Aku senantiasa menjaga kebugaran tubuhku. Olahraga dan suplemen vitamin menjadi makananku sehari-hari. Pun check up rutin kulakukan setahun sekali. Sungguh,saat ini aku tak yakin kematian akan menghampiriku. 

Hingga sore tadi tubuhku tiba-tiba menggigil. Bukan,bukan karena sakit,karena seperti kubilang tadi,aku rajin berolahraga,minum vitamin,dan berobat rutin ke dokter. Aku tergetar oleh sebuah pesan singkat yang singgah di selulerku. Seorang sahabat (lagi-lagi) meninggalkanku tanpa pamit. Seorang sahabat yang pagi tadi masih kunikmati tawanya yang berderai-derai,tegap badannya yang gagah,langkah kakinya yang tegap,pandangan matanya yang tajam… 

Oh kematian…pelajaran apa yang hendak kau bagi kali ini? 
Bahwa kematian itu datang tiba-tiba? 
Bahwa kita tak pernah tahu kapan ia menjemput kita? 
Bahwa kematian tak mungkin menghampiri kita di usia yang masih belia? Benarkah? 
Bukankah Dia telah mengingatkan kita dalam kitab-Nya yang sempurna bahwa tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati? 
Bukankah Dia juga mengingatkan melalui lisan utusan-Nya yang mulia bahwa orang yang paling cerdas diantara kita adalah yang paling banyak menyiapkan bekal untuk kehidupan akhiratnya?
 Bukankah Dia telah ‘memvonis’ saat kepulangan kita seiring Ia hembuskan ruh di jasad kita? Sungguh,berulang kali Dia mengingatkan kita akan satu kepastian ini. Masihkah kita menganggap bahwa kematian itu datang tiba-tiba? 
 

Surat Buat Suami

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ ♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥♥♥

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

 Suamiku, berapa jam sudah kita melangkah dari gerbang pernikahan yang engkau buka dengan kunci akad. Bahagia dan haru menjadi satu. Sungguh! Saat aku dengar kau ucapkan “Saya terima nikahnya…” itulah yang selama ini aku nanti dan rindui. Saat dimana aku menangis sekaligus tertawa. Suamiku, ya kini aku bisa menyebutmu suami. Bahkan ketika nanti aku ditanya “Dengan siapa?” maka aku bangga menjawab “Dengan suami”.

 Imamku yang dirahmati Allah, betapa aku mengerti bahwa pernikahan tidak hanya antara kau dan aku. Namun juga ada keluarga besar. Ada orang-orang baru yang kita belum tahu “bagaimana” mereka. Doa kesekian dari beberapa jam perjalanan bahtera kita, semoga kita dapat diterima dan menerima oleh keluarga baru ini. Semoga Allah memudahkan adaptasi ini. Suamiku yang dimuliakan Allah, diwaktu yang lalu aku berada pada kegamangan yang dalam. Kesesatan dalam memilih untuk tidak memenuhi fitrahku, mengikuti sunnah rasulku. Takutku tersiksa dengan rasa cemburu, rindu dan cinta. Takut karena yang dirasa menjadi kabur antara fitrah dan hiasan nafsu semata. Tapi, melarikan diri pada Tuhan ternyata begitu menentramkan. Dan aku mengerti, (mencoba) memahami. Sayang, dua rakaat usai ijab qabul ini, ijinkanlah diri kita untuk menjalin keakraban dan kasih sayang. Ijinkan aku memperhatikanmu dan mendapat perhatian darimu supaya Allah memperhatikan kita dengan penuh rahmat. Ijinkan aku merengkuh mesra tanganmu, hingga berguguran dosa dari sela jemari kita. Ijinkan aku belajar menguntai cinta dengan mengenalmu lebih dalam. Mencintaimu setelah pernikahan kita, karena hari-hari kita akan panjang. Rasanya takkan habis kata semoga hingga labuh bahtera ini pada tujuanNya.

Harapku, aku bisa menjadi pelipur duka, sahabat perjuangan, tempat berbagimu. Suamiku yang kucintai karena Allah, bantulah aku meneladani keagungan Asiyah, kecerdasan iman Ummu Ismail, kemuliaan Ibunda Khadijah yang mampu membangunkan rasa percaya diri dan keyakinan suami, meneladani ketaqwaan Ibunda Aisyah, ketulusan Nailah yang melindungi suami hingga jari tangannya tertebas pedang pasukan pembangkang, Nailah 18 tahun yang tulus mencintai Ustman bin ‘Affan 81 tahun. Bantulah aku istrimu, untuk meneladani kesetiaan Ummu Usamah. Suamiku yang dirahmati Allah, surat ini akumulasi dari segenap rasa rinduku padamu. Pada penantian “panjang” kala hati haus mereguk air telaga kasih sayang. Pada rasa yang tak seharusnya ada. Rasa iri pada mereka yang lebih dahulu mendapat barokah (semoga) pernikahannya. Suamiku yang dirahmati Allah, betapa dulu aku rindu mencium tanganmu, meminum susu dari pinggir gelas yang sama, rindu bersimpuh memohon keikhlasanmu atas keadaanku sehingga Allah ridho kepadaku, rindu menetap teduh wajahmu, mengantarmu pada bunga tidur.

 Suamiku, betapa dulu aku rindu membangunkanmu di sepertiga malam dengan kecupanku dan menyelesaikan sholat subuh bersama. Rindu menjadi tempatmu bermanja, bercerita atau hanya diam mendengar detak jam. Rindu merapikan anak-anak rambutmu, membiarkanmu terlelap dipangkuanku. Rindu… rindu merasakan benih-benih yang kau semaikan tumbuh, lalu kau rasakan gerakan kecilnya, rindu mengatakan “menantikan kelahiran si kecil”, rindu bahwa tubuh mungil itu hadir atas kuasa Allah SWT, melihatmu mengadzankannya di dadaku, rindu bahwa bibir kecil itu mencecap ASI, rindu bersama mendidik jundi kita, rindu itu semua. Masih banyak kerinduan yang tak ingin aku ceritakan, sisanya biarlah tertoreh pada perjalanan kita mulai hari ini. Ingin kukatakan rindu pada setiap gerak baktiku padamu. Gerak yang penuh harapan “semoga mendapat barokah”. Akhirnya suamiku, kusampaikan selamat datang nahkodaku

. Bahtera ini engkaulah yang menjalankannya, bawalah kami (aku dan anak-anak kita) pada tepian hakiki, dan aku akan berusaha menjadi kelasi terbaik untukmu. Semoga setiap putaran kemudinya adalah kebaikan. Setiap lajunya adalah keberkahan. Setiap angin yang berhembus adalah keridhoan. Semoga bahtera ini berlayar dengan ketaqwaan, kasih sayang, kesetiaan. Semoga tak ada enggan untuk mengkomunikasikan semuanya secara dialogis, sehingga ada keterbukaan dan kejujuran. Semoga ikatan kita dunia akhirat. Suamiku, mari bersabar dan bersyukur …

 Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Yang selalu ingin jatuh cinta padamu setiap waktu Istrimu

KETIKA AKU INGIN MENIKAH

Wahai Rabb semesta alam, Ku ingin menikah atas perintahMu, Sungguh ku sangat khawatir tak mampu menjalankan perintahMu Tak berpijak nafsu atau kepentinganku, tapi tuk harap ridhaMu Wahai Maha Penggerak hati, Izinkanlah hati ini tunduk dalam biduk cinta keshalihan Terpatri ikrar Ilahiyah dan tauhid Jangan kau biarkan hatiku keras membatu karena nafsu .

Terombang ambing atas cinta, harapan fana nan semu Kini hatiku gelisah tak menentu ya Rabb Air mata seolah tak terbendung karena khawatir akan fitnah Takut akan
kehancuran pribadiku karena godaan setan mengusik sepanjang waktu.

 Iman ini mulai rapuh dan ragu pada janjiMu Ku sadari ya Rabb, saat ini pernikahan adalah ujian terbesarku Orientasi dan kecintaan pada diriMu kini kau uji Kau suguhkan harta, tahta, dan paras menarik semata Ya Rabb lindungi dan mampukan diriku, untuk lolos ujianMu.

 Jangan gagalkan aku memperoleh ridhaMu ya Rabb Kusadari begitu banyak pejuang yang gagal dalam ujian ini Terbelenggu oleh duniawi dan kebahagiaan sesaat Terjebak oleh nafsu dan romantika keruh Melepaskan perjuangan hingga hilang hanyut dalam kenistaan cinta yang fana Banyak cinta yang datang menghampiri dan aku resah ya Rabb Ketika itu tak lahir dari syariatMu Bukan dalam kerangka iman dan Islam Bukan untukMu tapi hanya untukku Ya Rabb, hanya padaMu aku berkesah Karena hanya padaMu aku berlindung dan memohon Tunjukilah jalan yang lurus dan benar ya Rabb Jalan yang kau ridhai bukan jalan yang kau celakakan Mampukan aku memenuhi perintahMu untuk menikah Hindarkan dari kehancuran dan kehinaan Kokohkan niat untuk melangkah dalam kesucian Luluskan dalam menghadapi ujianMu… Demi Allah aku menikah… Laa illaha illallah Muhammadarrasulullah…

Kisah nyata : Berhenti Jadi Wanita Karir

Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar.
 Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.

Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu.
 “Anti sudah menikah?”.
 “Belum ”, jawabku datar.
 Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi
 “kenapa?” Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman.
 Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
 “Menunggu suami” jawabnya pendek.
 Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir.
Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?” Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
 “Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.
 “Kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.

Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum. Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.
 “Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ? Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing. Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah !!”.

Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya. Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya. “Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan. Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya. Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya.

Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini” “Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya" Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara. “Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain.” Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya.

Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan. “Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat. “anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya.

Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
 Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
 Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu. Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya. Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain.

Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho. Ya Allah…. Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku. Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah...Allahu Akbar Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya..

Diposkan oleh ZILZAAL

Wahai Tuhan Yang Maha Mengerti

Wahai Tuhan Yang Maha Mengerti mengetahui diriku lebih dari aku Wahai Tuhan Yang Maha Memahami memahami keinginanku jauh sebelum aku ingin Wahai yang begitu lembut teguranNya ... Yang indah dan memperindah segala sesuatu Wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengatur Sesungguhnya Engkau sangat pahami aku. bukan aku tidak patuh padaMu. aku telah berusaha keras melupakannya. aku berusaha keras membuka diri dan hatiku kembali. tapi aku takut. aku coba keras untuk ikhlas. aku tak mau mengatakan ikhlas dalam lisanku, sementara hatiku tidak mengikutinya. Duuhai Allah.. aku takut pada ketakutanku, karena aku tak bisa menyembunyikan semuanya dariMu, tentang perasaanku padanya. Wahai TAllah yang begitu menyayangiku, apakah mimpi-mimpiku terlalu sederhana untuk Kau wujudkan? atau tidak bolehkah aku hanya memendamnya saja kepadaMu. haruskah akumengatakannya, sementara Engkau Maha Mengetahui. Dulu, pada mimpi sederhanaku aku hanya ingin seseorang yang hadir sekali dalam hidupku. seseorang yang mampu memeluk hatiku. seseorang yang kepadanya aku, Kau haruskan berbakti. kemudian Kau hadirkan lagi orang-orang baru dari kami. aku, dia, anak-anak kami dan keridhoanMu pada kami. mimpi itu Kau wujudkan, tapi tidak padaku melainkan pada sahabat-sahabatku yang mimpinya lebih tinggi dariku. Tuhan, kenapa mimpi sederhanaku Kau wujudkan pada mereka? kenapa tidak padaku? apa aku tak pantas memiliki mimpi sesederhana itu? atau mimpi itu terlalu sederhana untukku? kini aku takut mempunyai mimpi itu lagi. aku harus mengganti mimpiku. tapi mimpi apa? sementara mimpi-mimpiku yang indah, tinggi dan banyak akan hadir setelah mimpi sederhanaku menjelma nyata. tapi kini aku takut. aku tak mau lagi, Tuhan. Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih diatas semua yang mempunyai belas kasih maafkanlah aku, maafkan kerasnya hatiku Wahai Tuhan, penolong setiap jiwa yang merana aku sudah berkali-kali bicara pada hatiku Oh hati, kenapa engkau keras begitu apa kau ingin aku marah kepadamu? hati, kau bagai kupu-kupu mudah tertarik warna-warni bunga dan menghisap madu tapi sudahlah hati, berhentilah hinggap di bunga itu lihat! masih banyak bunga-bunga yang lain masih banyak madu-madu yang tersimpan pada bunga-bunga lainnya itu hati, kau membuatku menangis pilu tingkahmu membuatku semakin takut pada Tuhanku sebentar lagi aku akan marah padamu hatiku! lalu aku teringat doa dari sebuah kisah teladan, Wahai Tuhan, sungguh Engkau lebih tahu keadaan diriku yang selalu berbuat maksiat dalam hati kecilku, sungguh aku sangat membenci kemaksiatan yang aku lakukan tapi karena aku terpengaruh oleh tiga perkara yang selalu menggodaku, yaitu nafsu, teman yang jahat dan iblis. Wahai Tuhan, sungguh Engkau Maha Mengetahui perilaku yang telah aku lakukan, semua rasa yang aku simpan. hingga berkenan kiranya Engkau curahkan ampunanMu kepada hambaMu yang bersimbah dosa ini Aku sudah berusaha keras melupakanmu tapi belum mampu

Siapa Yang Harus Aku Ta'ati



Seorang gadis kecil baru saja pulang dari sekolah. Sesampainya dirumah, Sang Ibu melihatnya sedang bersedih. Dia pun bertanya kepada anakya tentang sebab kesedihannya. Gadis kecil itu pun menjawab: “Bu, tadi bu guru mengancamku akan dikeluarkan dari sekolah, karena pakaian panjang yang aku kenakan”. “Tetapi pakaian ini adalah pakaian yang dicintai Alloh, anakku!”.

“Benar bu, tapi Ibu guru tidak suka”.

“Baik nak, meskipun bu guru tidak suka, tetapi Alloh menyukainya”. Jadi, siapakah yang akan kamu ta’ati?

Akankah kamu taat kepada Alloh yang telah menciptakanmu, membentuk parasmu dan memberi nikmat kepadamu? Atau kamu akan taat kepada makhluk yang tidak bisa mendatangkan manfa’at kepadamu?”.

Alloh lah yang aku taati, bu !

Bagus nak. Kamu benar !

Keesokan harinya, sang anak tetap berangkat ke sekolah dengan mengenakan pakaian panjang dan ketika sang guru melihatnya, dia pun menghardik dengan kasar. Gadis tersebut tidak kuasa menghadapi hardikan sang guru, apalagi seisi kelas memandang kearahnya. Dan tangisan pun meledak.

Sambil terisak, anak itu melontarkan kata-kata singkat namun memiliki makna yang besar : “Demi Alloh, aku tidak tahu siapa yang harus aku taati, Anda atau Dia?”

“Dia siapa?” tanya sang guru.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Aku taati perintahmu, lalu aku mengenakan pakaian yang anda sukai dan bermaksiat kepada-Nya, ataukah aku akan mentaati-Nya dan mengabaikan perintah Anda?

“Aku akan tetap mentaati Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, walau harus mengalami segala kepahitan, jawab sang gadis.
Kata-kata itu keluar dari mulut mungil gadis tersebut. Kata-kata yang memperlihatkan loyalitas penuh kepada Alloh ta’ala. Dengan tegas gadis kecil itu menyatakan komitmen dan ketaatannya kepada perintah-perintah Alloh Yang Maha Kuasa.

Apa guru tersebut membiarkannya?

Sang guru meminta agar ibu anak tersebut dipanggil ke sekolah, apa yang kira-kira dia inginkan?

Sang ibu pun datang.

“Anak anda telah menasehatiku dengan nasehat yang paling berharga yang pernah aku dengar selama hidupku”, kata guru kepada sang ibu.

Ya, guru tersebut telah menerima nasehat dari muridnya yang masih kecil. Guru yang telah belajar tarbiyah dan memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas. Seorang guru yang ilmunya tidak menghalangi untuk menerima nasehat dari seorang anak kecil yang seusia dengan anaknya.

Selamat, bagi guru tersebut. Selamat pula bagi anak kecil yang ditelah ditempa dengan tarbiyah islam dan menggenggamnya dengan kuat. Dan selamat bagi sang ibu yang telah berhasil menanamkan rasa cinta kepada Alloh ta’ala dan Rasululloh kepada sang anak.

Maka dari itu wahai para ibu muslimah

Kalianlah yang menggenggam anak-anak kalian. Mereka ibarat adonan yang bisa dibentuk sesuai dengan kehendak kalian. Maka, segeralah untuk membentuk mereka sesuai dengan bentuk yang diridhoi Alloh dan Rasul-Nya.

Ajari mereka sholat

Ajari mereka untuk senantiasa taat kepada Alloh

Ajari mereka tentang keteguhan dan kebenaran

Ajarkan semua itu kepada mereka sebelum mereka memasuki usia dewasa

Jika mereka tidak sempat mendapatkan tarbiyah ketika kecil, niscaya kalian akan sangat menyesal karena kalian akan kehilangan anak kalian di masa dewasa mereka.

Gadis ini bukan hidup dimasa shahabat, maupun dimasa Tabi’in, tetapi gadis ini hidup di zaman yang penuh fitnah ini.

Kisah ini membuktikan bahwa sebenarnya kita mampu untuk mencetak generasi seperti gadis ini. Seorang gadis yang bertaqwa akan berani untuk menampakkan kebenaran serta tidak takut terhadap celaan orang yang mencela.

Saudari Mukminah, anakmu sekarang berada dihadapanmu, siramilah dia dengan air ketaqwaan dan keshalihan. Perbaikilah lingkungannya. Jauhkan ia dari berbagai virus dan obat-obat berbahaya.

Inilah tantangan yang berada dihadapanmu. Silahkan koreksi, apa yang telah kamu lakukan dengan amanah yang Alloh titipkan padamu.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda

“Barang siapa yang mencari keridhoan manusia dengan mengabaikan kemurkaan Alloh, niscaya Alloh akan melimpahkan urusannya kepada manusia. Dan barang siapa yang membuat manusia marah demi mencari keridhoan Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkannya dari meminta bantuan manusia” (Al-Hadist). -rsk-

dikutip dari Mawaqifu Dzat “Syaikh Umar Al-Asyqor”

dalam DIAM

Diam adalah caraku mencintaimu karena-Nya. Kulakukan untuk menjaga kesucian hatiku dan hatimu karena memang terjaganya kesucianku dan kesucianmu adalah tujuanku.

Ini adalah caraku mengasihimu karena-Nya. Kulakukan untuk memelihara suatu kehormatan, karena memang terpeliharanya kehormatanku dan kehormatanmu adalah cita-citaku.

Jikalau Allah tak menakdirkan tersampaikan indahnya rasa ini kepadamu di dunia ini dalam ridha-Nya, mungkin dunia bukanlah tempat yang tepat bagi cinta untuk saling bersemi. Tapi bisa jadi cinta itu akan bersemi di Surga-Nya. Karena ku sangat yakin, bahwa di akhirat kelak Allah akan menghimpun orang-orang yang saling mencintai karena-Nya. Dan diamku kini adalah caraku mencintaimu karena-Nya. Suci tak tersentuh. Bahkan syaitanpun tak pernah tahu.

Insya Allah...

Jika kau belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam.

Karena diammu adalah salah satu bukti cintamu.

Kau ingin muliakan dia dan tidak akan mengajaknya menjalin hubungan terlarang, dengan tidak merusak kesuciannya dan penjagaan hatinya.

Karena diammu akan memuliakan kesucian diri dan kesucian hatimu, serta menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu.

Karena diammu bukti kesetiaanmu dengannya.

Karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah Allah Ta’ala pilihkan untukmu.

Ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan Ali, yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan ? Sampai akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah.

Ketika sebuah ‘RASA’ menyapa


Waktu masih SMA sampai sekarang, sobat-sobat saya menjuluki saya sebagai Pangeran Cinta, Dokter Cinta, Dewa Cinta, Sang Pujangga, Konsultan Cinta, dsb. Saya yang tidak memiliki kualifikasi dan tidak ‘official’ menjadi rujukan sobat-sobat dalam soal cinta dan rumah tangga. Saya dianggap banyak berpengalaman tentang cinta, padahal saya sendiri merasa biasa-biasa saja, karena solusi yang saya berikan kepada mereka adalah solusi Islam –yang mana bila kita memakai Islam sebagai solusi dalam setiap permasalahan hidup kita, maka berbahagialah karena ridha Allah menyertai kita meski solusi yang Islam tawarkan awalnya terasa pahit di mata kita. Tapi yakinlah bahwa solusi Islam akan terasa manis dikemudian hari, bagi kita yang berakal-. Saya senyum-senyum saja saat mendengar anggapan itu, padahal jikalau mereka tahu dan menyadari bahwa ternyata yang hebat itu bukan saya tetapi ISLAM itu sendiri. Subhanallah… Allahu Akbar…

Suatu saat, apa yang menimpa sobat-sobat saya juga menimpa diri saya, yakni bertemu dengan sesosok wanita shalihah yang menurut pandangan saya seTegar dan seDermawan Khadijah ra (insyaAllah). Berbagai masalah dan persepsi dalam pikiran saya, saya muntahkan pada Hati Nurani saya sendiri. Bagaimana memulai ta’arufan, pantaskah saya bersanding dengannya, bagaimana bila nanti ditolak, bagaimana caranya mengkhitbah, bagaimana membangun komitmen, bagaimana menyampaikan ke orang tua tentang rencana saya untuk nikah, dan bagaimana-bagaimana yang lainnya. Yah benar, sebuah RASA sedang menyapa saya. Alhamdulillah… Saya bersyukur atas karunia Allah yang satu ini. Singkat kata, singkat cerita. Hati Nurani dengan bijaksana memperlakukan saya sebagaimana saya memperlakukan siapa-siapa yang mempunyai masalah yang serupa kepada saya. Ibaratnya, saya kena batunya atau dengan kata lain ‘senjata makan tuan’.

“Wanita yang akan kamu pilih itu milik siapa? Milik Allah, ‘kan!”. Hati nurani bertanya dan saya mengangguk.
“Makanya, minta saja pada Allah. Tanyalah pada Allah, apakah dia yang terbaik buat kamu? Mengadulah pada Allah, apakah dia pasangan di dunia dan di akhiratmu? Memohonlah pada Allah, apakah dia akan mendukung dakwahmu memperjuangkan Syariah dan Khilafah? Lalu, serahkanlah semuanya pada Allah, karena Allah Maha Lebih Tahu apa yang terbaik buatmu daripada dirimu sendiri.” Saya hanya bisa mengangguk dan diam sejuta bahasa mendengar petuah Hati Nurani. Lalu Hati Nurani menuntun saya berdoa…

Yaa Allah, Yaa Ilahi…
Engkaulah Pemilik wanita yang akan daku pilih,
Engkaulah Penggenggam hatinya,
Engkaulah yang mampu membuka pintu hatinya.
Yaa Allah, daku hendak menjadikan dia teman dakwahku.
Seperti halnya Khadijah terhadap rasul-Mu.
Daku ingin menikahinya, tapi daku tak tahu siapa dia.

Yaa Allah, Yaa Rabbi…
Seandainya permohonanku ini terbaik buatku di sisi-Mu,
Tunjukkanlah caranya, cara bagaimana daku boleh mengenali dirinya.
Engkau sediakanlah jalan-jalan ke arah untuk mengenali dirinya.
Tetapi jikalau permohonan ini bukan yang terbaik buatku di sisi-Mu,
Maka hilangkanlah rasa ingin hidup bersama dengannya.
Kau lenyapkanlah bayangan dirinya dalam pikiranku.
Dan gantikanlah dengan wanita yang lain,
yang terbaik buatku di mata-Mu.
Amiin… Yaa rabbal ‘alamiin…

Hati Nurani berkata lagi, “Jikalau Allah mengabulkan doamu, pasti Allah akan tunjukkan jalan-jalan untuk mengenali wanita tersebut. Ada saja jalan yang Allah wujudkan agar kamu berdua dapat berkenalan. Dan jikalau memang jodoh, pasti urusannya diberi kemudahan dan kelancaran, meski harus menghadapi tantangan karena hal itu adalah sebuah proses pendewasaan. Yang jelas hati harus yakin bahwa Allah akan menolong jikalau kita memohon kepada-Nya. Dan jikalau yang didapat tidak sesuai dengan yang kita harapkan, jangan putus asa. Bukankah semua itu hasil dari doa kita yang mengatakan bahwa kalau dia yang terbaik, kabulkan doa kita, kalau bukan yang terbaik, jangan dikabulkan. Innalillahi wa inna lillahi raaji’un.”

Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, semua masalah dan kehendak kita datang dari Allah. Allah memberi pilihan kepada kita untuk memilih. Allah tidak zalim dengan membuat pilihan untuk kita. Kita yang memilih sendiri tetapi pilihan yang dipilih adalah masih dalam ruang lingkup pilihan-pilihan yang diberikan oleh Allah kepada kita. Dan setiap pilihan ini ada Qadarnya. Qadarnya juga mempunyai Qadha-Qadha lain di dalamnya.

Apabila kita hendak memilih, kita bertanya pada Allah pilihan yang terbaik di sisi Allah. Setelah kita memilih berdasarkan gerak hati dan juga berupa bisyarah, atau bahkan juga mungkin ada bahasa alam, kita memohon dengan sepenuh hati agar Allah memudahkan Qadar-Qadar ke atas Qadha yang kita telah pilih tadi. Semua pilihan dari Allah, dan kita serahkan kembali pada Allah untuk memberikan petunjuk agung-Nya terhadap pilihan yang terbaik karena kita tidak tahu yang mana yang paling terbaik di sisi Allah buat kita.

Apa-apa yang terjadi setelah kita memilih, percayalah itulah yang terbaik di sisi Allah buat kita karena kita telah berdoa dan bermunajat memohon petunjuk dari-Nya. Inilah maksud dari firman Allah bahwa setiap permohonan pasti dikabulkan oleh Allah. Maka meskipun sesuatu itu buruk dari pandangan kita, insyaAllah pasti banyak kebaikan di ujungnya. Inilah hebatnya Islam yang mengatur hidup dan kehidupan kita dengan begitu sempurnanya, lalu nikmat Tuhan manakah yang masih berani kita dustakan? Give thank’s to Allah, Allahu Akbar…

Surat Untuk Suami Tercinta

Suamiku, satu bulan sudah berlalu. Masih teringat jelas di dalam memori otakku detik-detik bahagia itu. Detik di mana malaikatpun ikut mendoakan kita. Detik di mana gerbang kebahagiaan akan kita lewati dengan ikatan perjanjian yang kuat. Mahligai akan kita bangun dengan kekuatan cinta. Mahligai yang meski sederhana, namun kokoh dan meneduhkan. Engkau sebagai raja yang arif dan perkasa melindungi dari setiap serangan. Dan aku adalah ratu yang lembut, senantiasa memberi cinta dan kedamaian serta menjaga singgasana kita.

Suamiku, satu bulan kita lalui penuh kebahagiaan. Namun sayang, kita tidak boleh berbangga diri. Jalan di depan kita masih panjang. Satu bulan hanya masa perkenalan, seperti halnya bunga krisan yang beradaptasi di lingkungan barunya.

Satu bulan hanya masa yang singkat, karena sepanjang usia kita pun takkan bisa benar-benar mengenal dua pribadi yang berbeda. Satu bulan hanya titik awal kita memulai perjalanan ini. Ingatlah suamiku, perjalanan kita nantinya tidak selalu semulus yang kita rencanakan. Akan banyak kejutan dari-Nya yang bisa membuat kita tersenyum, tertawa, menangis, bahkan terluka. Namun, jangan sampai gentar suamiku sayang. Tetaplah tegar dan kuat menghadapinya. Karena kita kan selalu bersama, berusaha bersabar dan mengambil hikmah di setiap kejutan itu.

Ingatkah engkau sayangku. Nasehat bijak dari orang tua kita? Beliau tak lebih tinggi pendidikannya dari kita. Namun, mereka telah melalui perjalanan yang panjang. Telah banyak bunga dan duri yang mereka temui. Dan pastinya, mereka lebih banyak mengambil hikmahnya. Maka suamiku, mari kita renungkan nasehat tersebut. Sama-sama kita perbanyak bekal dalam perjalanan panjang kita.

Sayang, aku ingin selalu menjadi bidadari untukmu. Tidak hanya di dunia sekarang, tapi juga sampai ke surga Allah kelak. Maka, tak akan mudah seperti yang ku bayangkan untuk mencapainya. Dinda juga perlu bantuan dan dukunganmu, wahai suamiku. Ingatkanlah dengan tegas setiap kesalahanku namun dengan kelembutanmu. Karena isterimu ini hanyalah tulang rusuk mu yang bengkok. Jangan kau paksakan meluruskannya, karena ia akan patah. Tapi jangan juga kau biarkan karena ia akan selamanya bengkok. Bimbinglah isterimu ini untuk meraih ridho dari mu dan terutama ridho dari Allah.

Ketahuilah suamiku, aku hanyalah manusia biasa yang jauh dari sempurna. Begitu juga dengan dirimu. Aku hanya wanita yang bisa rapuh. Begitu juga engkau hanya lelaki biasa yang bisa menjadi khilaf. Kita hanya pribadi yang mempunyai ego masing-masing. Kita bisa mengajukan semua logika untuk merancang masa depan surga kita. Namun, kita tidak berdaya dengan kuasa-Nya. Hanya kekuatan doa lah yang bisa membantu kita. Hanya kesederhanaan pemikiran kita tentang sabar dan syukur yang bisa menyelamatkan kita.

Jangan pernah takut sayang, jika suatu saat badai datang menerjang kapal kita. Aku kan selalu mendampingimu melawan badai itu. Luruskan arah dan kembangkan layar, aku kan membantumu dengan kompas penunjuk arah yang benar. Tetaplah tabah menghadapinya karena badai itu kan mendewasakan kita hingga nantinya kita sampai ke pulau impian itu. Karena Allah tidak akan menguji kita di luar kesanggupan kita. Yakinlah akan ada terang setelah gelap malam. Kuatkanlah desain kapal kita agar anak-anak kita nantinya tetap aman di dalamnya meski kita menghadapi goncangan. Persiapkanlah untuk mereka pendidikan akhlak yang terbaik sehingga mereka bisa meguhkan perjuangan kita dan menguatkan dengan doa.

Tak banyak lagi kata-kata yang bisa kutuangkan dalam surat ini, suamiku. Karena kata takkan cukup menceritakan tiap hal yang akan kita temui. Hanya sebait puisi kesayanganmu yang bisa kuselipkan di akhir surat ini.”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” (Sapardi Djoko Damono)

Sekian surat dari ku untukmu suamiku. Kutitipkan doa di dalam surat ini, dan akan kkirim dengan penuh cinta kasih sayang hanya untukmu.

Dari wanita tak sempurna yang sedang belajar menjadi perhiasan dunia untukmu, sebagai isteri sholeha.

Bumi Allah, tepat satu bulan pernikahan kita……………………………

Temukan Aku dalam Istikharahmu

Tak terlerai gelisah berkepanjangan,
jikalau hanya bertuhankan perasaan.
Tak tergerai resah berkelanjutan,
jikalau perasaan tanpa dasar pemikiran.
Tak tercerai gundah berkesinambungan,
jikalau pemikiran tanpa cahaya Tuhan.

Kutulis bait ini dalam rangkaian malamku yang panjang; Ku ungkap getar ini dalam ragu yang tertahan; Untukmu seorang Akhwat yang tak kunjung memberi jawaban. Aku bersama semua pengabdianku yang tertunda, bersama sepotong harapan yang tak akan sempurna bila tidak juga kau ada. Untuk engkau yang tak kutahu ada dimana dalam rangkaian doa-doa istikharahku… Kelak bila kau kutemukan, izinkan senyumku melebur bersama bakti dan taatmu. Izinkan cinta dan kehormatanku, terpatri kuat untuk menjaga kehormatanmu. Untuk engkau yang sedang berdakwah tak kenal lelah, memperjuangkan Syariah dan Khilafah, layaknya Khadijah dan Sumayyah. Ketahuilah… Bahwa Aku Lelaki asing bagimu. Nanti terangkanlah apa-apa yang tak kumengerti darimu; Terangkanlah apa-apa yang tidak tersukai darimu; Agar Aku menjadi pemimpin shalih yang mendampingimu. Untuk engkau yang juga masih sibuk dalam istikharah. Bila nanti Allah rezekikan engkau untukku, maka semoga Aku juga menjadi rezeki mulia untukmu. Bersamamu menyempurnakan separuh agama-Nya. Menyemarakkan dakwah dengan para Jundi-jundi Allah. Aku bersama kesederhanaan yang terbalut takwamu; Bersama menyongsong perjuangan ini. Yang karenamu, Allah semakin sayang padaku, pada dakwahku.

Di pekatnya kegelapan bulan mei yang berhujan, dengan langkah-langkah rahasia, engkau berjalan, lenggang seperti malam, menghindar dari pandangan dan menahan pandangan. Hari ini pagi telah mengatupkan kedua matanya, tak mengacuhkan seruan angin timur yang nyaring mendesau. Jikalau engkau memang belum mau memberi jawaban, bila engkau tetap tak hendak berkata, serta memberi delta waktu yang cukup lama, akan kuisi hatiku dengan keheninganmu dan merengkuhnya dalam setiap munajatku. Temukan aku dalam istikharahmu, dan ‘kan kucari engkau dalam istikharahku. Namun bila kita tidak saling bertemu, percayalah bahwa apa-apa yang tertulis untukku adalah apa-apa yang terbaik untukmu, dan apa-apa yang tertulis untukmu adalah apa-apa yang terbaik untukku. Ingatkah engkau dengan janji Allah,

“…Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)…”
( QS an-Nuur: 26 )

Di sini, aku akan tetap istiqamah dan menunggu dalam hiruk pikuk perjuangan dakwah islamiyah, seperti malam dengan bintang-bintangnya yang terus menatap dan menundukkan pandangan ke bumi dengan sabar. Pagi pasti datang, kegelapan malam akan berlalu; lengkingan takbirmu tetap akan mengalun bertaburan dalam gelombang-gelombang emas melintasi angkasa, tangan sucimu mengibar-ibarkan al-Liwa’ dan ar-Roya dengan penuh gagahnya. Aku bangga padamu, wahai calon mujahidahku. Takbir yang kau gemakan, panji-panji Islam yang kau kibarkan, membuat alam semesta ini gagap gempita, dan membuat musuh-musuh Allah gugup terpana.

Fight to Flight, Gooooooooo!!!!!!
Allahu Akbar…
Allahu Akbar…
Allahu Akbar…

♥ Ijinkan Aku Menggelar Sajadah Bersamanya♥

Alhamdulillaah….. Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian alam.Tuhan Yang Maha Rahman.Maha Rahim.. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah,Muhammad Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam.Allahumma Shalli wa Salim Ala Sayyidina Muhammadin wa Ala aali Sayyidina Muhammadin fi Kulli Lam Hatin wa na Fasinn bi’adadi Kulli Ma’lu Mil Lak.

“Allahumma baariklanaa di Rajab wa Sya’ban Wa Ballighna Ramadhan”,Semoga Allah memberkahi kehidupan kita dibulan-bulan ini untuk berjumpa Ramadhan,Dengan segenap kesiapan ruhiyah, fikriyah,jasadiyah,maliyah dan satukan barisan raih takwa & sambut kemenangan dakwah, Intanshurullah yanshurkum wayutsabbit aqdamakum.

`*•Yaa Rabbi•*´¯)Ajarilah kami bagaimana memberi sebelum meminta,berfikir sebelum bertindak,santun dalam berbicara,tenang ketika gundah,diam ketika emosi melanda,bersabar dalam setiap ujian.Jadikanlah kami orang yg selembut Abu Bakar Ash-Shiddiq,sebijaksana Umar bin Khattab,sedermawan Utsman bin Affan,sepintar Ali bin Abi Thalib,sesederhana Bilal,setegar Khalid bin Walid radliallahu’anhumღAmiin ya Rabbal’alamin.

♥ Ijinkan Aku Menggelar Sajadah Bersamanya♥

“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi.dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya,mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya :19-20)

Tentang dia…….

Aku melihatnya dalam siluet senja,Terbalut jilbab besarnya Berdiri terpesona,Memandang lepas horison penuh makna.

Angin senja mengabarkan padaku,Getar Subhanallah yang terucap dari bibirnya,Diantara deru ombak yang membasahi kaus kakinya.

Terucap Subhanallah dalam hatiku Atas hamba yang tafakur dalam geraknya.

Terpesona dalam medannya,Tergerak menuju cita,Dibatas horison itu,dia yakin akan surga Keyakinan yang menghunjam dada Menggetar bibir untuk berdzikir,Merentang tangan untuk sesama Menebar senyum penuh damai,Menuturkan bahasa lembut yang menyentuh,Membuka hati yang biru untukk mengadu Tentang dia.

Hamba dalam siluet senja itu,Tertangkup tangan doa bahagia untuknya,Terbisik harapan pada Robbi :

Ya Allah….Izinkan aku menggelar sajadah bersamanya..

Beralas cinta berujung surga

Yang menenggelamkan kami dalam sujud penuh kerinduan kepada-Mu

Dalam takbir yang mengakui Keagungan-Mu

Dalam salam yang mengingatkan kami bermanfaat bagi sesama

Dalam wudhu yang membersihkan hati kami untuk melihat Wajah-Mu

Dalam tilawah yang kami lantunkan penuh haru

Dalam dzikir yang tiada akhir

Yang membuat kami semakin kagum akan Pesona-Mu Menyukuri ayat-ayat Cinta-Mu yang Kau bentangkan pada kami

Yang menetapkan kami menjadi Akhlakul Karimah Rohmatan lil Alamin Ya Allah….

Izinkan aku menggelar sajadah bersamanya…

Aamin ya Rabbal’Alamin……………………………

♥ Barakallaahu fiykum wa jazzakumullah khoir ♥

RANGKAIAN TERIMAKASIH BUAT ISTRIKU


Kau terlihat begitu letih...
Sebelum mataku terbuka melihat dunia, sebelum fajar mengajak kita bersujud, kau mencucikan pakaianku dan anak kita. Segelas kopi untukku tak pernah absen di meja makan kita yang sederhana, yang tak layak disebut meja makan. Kala mataku lelah bekerja membangun sebuah masa depan, kau rajin mengingatkanku untuk tak lupa berdoa.

Hari ini kau tampak begitu Lelah...
Tapi, kau berupaya menyembunyikannya di depanku dan selalu seperti itu. Dan aku tak tega untuk berterus terang bahwa aku mengetahui kau kelelahan. Maka, biarkan tubuhku menjadi perebahan sejenakmu melepas penat sebelum aku berangkat kerja.

Hari ini kau tampak begitu Payah.
Namun, tak pernah kudengar engkau mengeluhkannya. Yang ada, kau rajin bersenandung di kamar kecil kita tiap maghrib dengan lantunan ayat-ayat suci. Waktu istirahatmu telah tercuri untuk darma baktimu sebagai istri dan Ibu.

Hari ini kau tampak begitu Letih...
Tak jarang kau membuat masakan lezat kesukaanku. Tak jarang kau mengurusi segala urusan rumah tangga kita sendirian. Tak jarang aku harus meninggalkanmu demi tugas. Tak jarang aku lebih memikirkan pekerjaan di kantor ketimbang meluangkan waktu bersamamu.

Saat ini kau tampak begitu letih. Selama satu tahun kau setia mendampingiku dalam suka dan duka.

Wahai muslimah yang baik, istriku, saksikan hari ini aku sebagai laki-laki yang egois dan memikirkan diri sendiri untuk:

Menyampaikan rasa kagumku.
Menyampaikan maafku karena keteledoranku dan kebodohanku.
Menyampaikan terima kasih tak terhingga atas pengorbananmu.
Menyampaikan kebanggaanku sebagai suamimu.
Tiada kata yang lebih layak kuucapkan selain puji dan syukur kepada Allah yang telah memilihkan pasangan hidup yang terbaik untukku.

Artikel Lain :